Fakta yang aneh dari Avatar
Posted by Edo Wayne on Desember
24, 2009
Avatar, memang menyuguhkan sebuah effect visual 3D yang luar
biasa. Promosi yang menggembar-gemborkan kalau proyek Avatar sendiri
menghabiskan lebih dari 4,6 Triliun rupiah menjadikan orang penasaran. Apalagi
James Cameron bilang, kalau hanya untuk membuat latar planet Pandora saja
menghabiskan 1,8 Triliun rupiah. Namun, tidak disangka kalau film ini
mengandung hal yang “rasis” maupun beberapa kesan yang aneh dalam film ini.
Apakah film ini bercerita orang baik melawan orang jahat
saja? Tidak. Film ini bercerita tentang “apartheid” di planet lain, seperti
District 9 memang. Jika dalam film itu Alien udang, di Avatar adalah Alien biru
yang memakai panah sebagai senjatanya, kalung, facepaint, ataupun rambut yang
diikat ikal. Mengingatkan kita pada suku tradisional di dunia kita, seperti,
Suku Amazon, Indian, atau di Afrika. Apalagi Alien ini diperankan oleh orang
kulit hitam, musuhnya kebanykan diperankan oleh kulit putih. Namun, sebagian
orang kulit putih menyelamatkan (Tentunya saja sebagai pemimpin) dan mengusir
“Orang Langit” dari tanah mereka. Bukannya skenario itu mengingatkan kita pada
The Last Samurai yang tentu saja oleh Nathan Algren ketika Ia mempunyai
hubungan yang semakin dekat oleh orang kulit bewarna dan menjadi orang mapan.
Apakah harus selalu orang yang berbeda ras harus membawa kemenangan pada ras
tertentu?
Sebenarnya, apa bisa dibilang Na’vi, ras primitif dalam film
ini adalah orang Jadul? Tidak. Ingat perkataan Grace Augustine, “The tree roots
are like neural synapses… it’s a global network to which they can upload and
download.”. Apakah orang Na’vi primitif? Tidak. Justru mereka lebih maju dari
“Orang Langit”. Mereka memang tidak punya senjata api mapun bom. Namun, mereka
memiliki senjata biologis dan kekuatan alam yang bisa mereka atur.
Selain itu, tengok saja ketika dalam film Avatar ini,
Quaritch (Kolonel yang memimpin penyerangan) berkata pada Jake Sully, “you’re
going to get your real legs back”. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dengan
kaki maupun kursi roda Jake? Itupun tidak dijelaskan pada film ini. Apakah
tidak aneh, orang yang cacat, tidak bisa berjalan diperbolehkan tetap menjadi
marinir dan ditugaskan pada medan yang berbahaya? Well, sebenarnya scenario
pada film ini “classic” dan “ordinary”. Hanya saja dibalut bagus oleh James
Cameron dengan fantasi dan effect vissual 3Dnya yang bisa dibiang realistik.
Seperti katakritikus kebanyakan, film ini tidak membawa perubahan bagi dunia
perfilman. Tidak seperti Gone With The Wind yang menjadi film berwarna pertama,
Jurasic Park yang menjadikan CGI sebagai alat utama Dinosaurus menjadi hidup,
Toy Story dimana totalitas animasi dalam film dan Matrix dimana technology
frame yang “lambat” menjadi booming.
Apapun yang terjadi, ini tetaplah film yang tentu saja hanya
untuk mencari keuntungan dan menghibur para penonton.
Note: Hal yang paling mencolok kesalahannya pada film ini
adalah ketika pertempuran pertama, ketika “Orang Langit” membombardir rumah
pohon Na’vi, anak panahnya tidak bisa menembus kaca pelindung helikopter dan
pesawatnya. Tapi, pada pertempuran terakhir, apa yang terjadi? Tentu saja
terlihat anak panahnya bisa menembus dan mengenai helikopter sehingga timbul
banyak korban. Selain itu, mengapa pilot helikopter tidak mati padahal terlihat
beberapa scene memperlihatkan jika antara ruang kemudinya tidak ada pintu atau
benda yang membatasinya dengan alam luar? Dan pilotnya bahkan tidak memakai
masker oksigen. Plotnya sendiri menceritakan tidak ada oksigen dan akan membuat
mati manusia hanya dalam beberapa menit. Selain itu hal yang paling
menjengkelkan ialah Burung Toruk. Menurut film ini Ialah semacam burung legenda
yang sulit ditaklukan. Namun, bagi Jake Sully menjadi hal yang mudah dan
parahnya lagi tidak ada scenanya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar